Tanpa
kita sadari, setiap saat Tuhan memberi pelajaran berharga bagi kita dalam
bentuk kebahagiaan dan penderitaan. Memang, jarang sekali kita bisa memahami
bahwa kebahagiaan adalah juga merupakan bentuk pelajaran yang diberikan Tuhan
pada kita. Kebahagiaan lebih banyak kita terima sebagai bentuk berkah. Demikian
pula dengan penderitaan yang oleh sebagian orang dianggap sebagai bentuk
hukuman dari Tuhan, bukan sebagai sebuah pelajaran.
Kebahagiaan
yang datangnya karena orang lain adalah pelajaran agar kita bisa menghargai.
Kebahagiaan yang diterima karena sebuah keberhasilan adalah pelajaran agar kita
tunduk hati. Penderitaan karena ulah orang lain mengajarkan kita untuk ikhlas, tabah, dan memaafkan sedangkan penderitaan karena ulah kita sendiri mengajarkan kita untuk
mawas diri dan belajar dari pengalaman.
Pelajaran
yang diberikan Narayana, Tuhan Yang Maha Kuasa, dalam bentuk kebahagiaan dan
penderitaan bertujuan membentuk kesadaran kita untuk selalu ingat bahwa segala
sesuatu yang ada dan terjadi adalah karena hukum yang Beliau ciptakan. Bukan
semata-mata karya kita. Tak ada sesuatu pun yang bisa terjadi tanpa mengikuti
hukum abadi-Nya yang disebut Karma Phala. “Karma” berarti perbuatan dan “phala”
berarti hasil. Segala sesuatu yang kita terima adalah hasil dari perbuatan kita,
baik di masa kini atau pun di masa lalu. “Ala ulah ala tinemu, hayu kinardi
hayu pinanggih”, buruk yang kita lakukan buruk pula yang kita jumpai, baik yang
kita perbuat baik pula yang kita dapatkan. Demikianlah inti dari ajaran hukum
Karma Phala.
Sebuah
keberhasilan, yang mendatangkan kebahagiaan, bukanlah semata-mata karena usaha
kita. Tak ada keberhasilan yang dilakukan seorang diri. Selalu ada orang lain
yang mempengaruhi keberhasilan kita. Tak akan pernah kita jadi juara kelas
tanpa bimbingan guru. Taka akan pernah kita meraih medali tanpa bimbingan
pelatih. Sebuah keberhasilan tak akan pernah kita raih tanpa campur tangan
Tuhan.
Pada
pelajaran ini kita diharap mampu selalu membangun kesadaran bahwa ada kekuatan
dari Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa, melalui hukum abadi-Nya. Beliaulah
yang menyusun segalanya, sedemikian rupa
sesuai dengan “karma” (perbuatan/usaha) kita, sehingga kita berhak memperoleh “phala”
hasil dalam bentuk kebahagiaan.
Dengan
kesadaran ini kita akan terbebas dari keangkuhan dan takabur. Kita juga akan
selalu mengingat jasa-jasa orang lain yang telah membuat kita meraih
keberhasilan. Bahkan kita juga bisa menghargai dan berterima kasih kepada para
pengkritik kita yang membuat kita termotivasi untuk maju. Siddhayogi Acarya Śrī
Kamal Kiśore Gosvami, Guru dari Guru rohani saya, mengajarkan, “Bila kau ingin
mencari sahabat sejati carilah orang yang berani mengkritikmu, bukan orang yang
suka memujimu. Kritik adalah gerbang kemajuan sedangkan pujian adalah gerbang
kehancuran.”
Selain
peajaran dalam bentuk kebahagiaan kita juga menerima pelajaran dalam bentuk
penderitaan atau kedukaan. Sering kali kita merasa sakit atau menderita bukan
karena disakiti oleh orang lain, tetapi karena kita sendiri yang menyakiti diri
sendiri dengan rasa iri, amarah, kekecewaan, penyesalan, dan kebencian.
Penderitaan muncul karena keterikatan dalam bentuk rasa memiliki dan harapan. Secara
rohani, tak satu pun di alam ini milik kita. Kita sesungguhnya “memiliki” dalam
tidak memiliki Jangankan yang ada di luar tubuh, atma/roh yang ada di dalam
tubuh ini pun bukan milik kita. Harapan adalah pangkal kekecewaan. Harapan berujung
pada kekecewaan dan amarah manakala harapan tak terpenuhi dengan sempurna.
Kekecewaan dan amarah juga muncul ketika kita merasa kehilangan sesuatu yang
kita “miliki”.
Dalam kedukaan kita belajar bahwa ada kekuatan lain yang
lebih kuat yang mengatur hidup kita. Kita juga diharap belajar untuk
membebaskan diri dari keterikatan karena keterikatan inilah sumber penderitaan,
seperti sabda Śrī Kṛṣṇa, “Dhyāyato viṣayān puṁsaḥ saṅgas teṣūpajāyate, saṅgāt
sañjāyate kāmaḥ kāmāt krodho’bhijāyate [Orang-orang
yang selalu memusatkan
pikirannya pada obyek-obyek indria, maka keterikatan pada obyek-oyek
indria itu akan tumbuh.
Dari keterikatan
tersebut akan muncul hawa
nafsu, (dan) dari hawa nafsu muncullah kemarahan] (Bhagavad gītā, II, 62).
Dalam hidup ini Tuhan selalu menyediakan dua
"alat" tersebut, suka dan duka atau kebahagiaan dan penderitaan, agar
kita belajar. Sejauh mana kita mau belajar maka sejauh itulah kita mendapatkan
hasil dari setiap pelajaran dan sejauh itu pula kualitas hidup kita lebih maju.
Śrī Kṛṣṇa bersabda, “ye yathā māṁ prapadyante tāṁs tathaiva bhajāmy aham, mama vartmānuvartante manuṣyāḥ pārtha sarvaśaḥ [Wahai Arjuna, sejauh mana orang-orang
menyerahkan dirinya kepada-Ku, sejauh itu pula Aku memberikan berkah kepada
mereka semua. Memang, dalam segala hal umat manusia mengikuti jalan-Ku]
(Bhagavad gītā, IV, 11). Jalan Tuhan adalah hukum abadi-Nya.
Semua manusia, bahkan semua makhluk, mengikuti hukum abadi-Nya.
Semoga kita selalu diberi kekuatan untuk terus belajar dan pantang menyerah hingga tercapai hasil yang terbaik. Belajar selama hayat dikandung badan, selama kita punya kesempatan untuk hidup, sebelum Mahadewa, Tuhan, memanggil dan berkata, "Nak, saatnya untuk pulang!" (widyastana)
(Telah dimuat di harian Surabaya Post pada tanggal 20 November 2012)
Semoga kita selalu diberi kekuatan untuk terus belajar dan pantang menyerah hingga tercapai hasil yang terbaik. Belajar selama hayat dikandung badan, selama kita punya kesempatan untuk hidup, sebelum Mahadewa, Tuhan, memanggil dan berkata, "Nak, saatnya untuk pulang!" (widyastana)
(Telah dimuat di harian Surabaya Post pada tanggal 20 November 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar