Disiplin Adalah Kecerdasan

Sepertinya disiplin masih menjadi barang langka di Indonesia. Di banyak tempat, khususnya di tempat-tempat umum, kita dengan mudah menjumpai ketidakdisiplinan. Sikap tidak disiplin justru seolah menjadi sesuatu yang wajar.

Bagi pembaca yang sering bepergian dengan pesawat terbang mungkin pernah melihat pramugari sampai harus mengingatkan penumpang yang masih berkomunikasi dengan telepon genggam padahal sudah ada pemberitahuan bahwa pesawat akan segera lepas landas dan semua alat yang menggunakan sinyal radio harus dimatikan. Peristiwa lain adalah, sejumlah penumpang sudah melepas sabuk pengamannya begitu roda pesawat baru menyentuh landasan. Petunjuk yang diberikan oleh awak pesawat adalah agar sabuk pengaman tetap dipakai sampai pesawat betul-betul berhenti dengan sempurna dan lampu tanda kenakan sabuk pengaman dipadamkan. Demikian juga sudah ada penumpang yang mengaktifkan telepon genggamnya padahal awak kabin meminta penumpang pengaktifkan telepon genggam setelah tiba di ruang kedatangan.

Saya sempat berpikir, apakah para penumpang ini malu kalau menuruti petunjuk awak kabin dan petunjuk-petunjuk tentang keselamatan penerbangan? Malu kalau dikira baru pertama kali naik pesawat terbang? Berbicara tentang pertama kali, siapa yang tidak pernah mengalami pertama kali dalam segala hal? Kalau toh kita pertama kali naik pesawat terbang, apa salahnya? Mengapa harus malu? Mengapa pula harus malu untuk bersikap disiplin, terutama yang berhubungan dengan keselamatan?

Di jalan raya juga kita jumpai ketidak disiplinan, apalagi kalau tidak ada petugas polisi yang jaga. Ketika lampu merah sudah menyala dua detik masih saja ada yang menerobos. Di sisi lain, ada pengendara yang sudah menjalankan kendaraannya saat baru lampu kuning yang menyala. Dalam kondisi seperti ini kecelakaan sangat mungkin terjadi.

Belum lagi masalah sampah yang berserakan di mana-mana. Kita agak malas mencari tong sampah dan belum terbiasa mengantongi sampah. Saat bekerja di sebuah pabrik tekstil di Karawang, Jawa Barat, saya sangat sering melihat tenaga asing yang mengambil bungkus permen, bungkus rokok, bahkan puntung rokok yang ditemukan di area kerja dan memasukkannya ke dalam saku baju untuk kemudian dibuang begitu menemukan tong sampah. Kalau mereka sendiri yang memakan permen atau makanan kecil di tempat yang tidak ada tong sampah, mereka akan mengantongi bungkus permen/makanan tersebut dan membuangnya di tong sampah yang mereka temukan kemudian.
Saat menyaksikan balap Moto GP di Philip Island, Australia, saya melihat pria-pria berbadan kekar dan penuh tato begitu disiplin membuang sampah. Kaleng minuman yang telah kosong mereka injak terlebih dahulu sampai gepeng sebelum dimasukkan ke tong sampah khusus untuk kaleng. Tidak asal buang. Kaleng gepeng lebih hemat tempat dari pada yang masih berbentuk silinder. Mereka juga tertib merokok di tempat khusus untuk merokok serta membuang puntung rokok di tempat yang telah disediakan.

Kita sangat suka meniru gaya hidup orang barat demi dianggap modern, up to date, gaul, tetapi mengapa hanya pada cara berpakaian, model rambut, atau gaya makan? Yang kita tiru itupun hanya yang kita lihat melalui film yang dalam kehidupan nyata mereka belum tentu demikian. Mengapa kita tidak meniru sikap disiplin mereka?

Dengan disiplin, hidup akan lebih tertib, lingkungan menjadi lebih bersih dan sehat, hidup jadi lebih nyaman dan aman. Bersabarlah di jalan dan ikuti aturan lalu lintas demi keselamatan bersama. Memakai kendaraan sport di jalan raya bukan berarti boleh bersikap seperti pembalap karena jalan raya bukanlah sirkuit balap. Setelah ngemil di mobil jangan buang sampah ke luar jendela, bisa-bisa kena muka pengendara sepeda motor di belakang mobil kita. Demikian juga kalau mau meludah, hentikan mobil baru meludah. Sediakan asbak di mobil agar tak perlu membuang abu dan puntung rokok ke luar jendela. Sampah, bekas botol atau kaleng minuman yang dibuang sembarangan, dapat mencelaki orang lain.

Tak ada ruginya tetap memakai sabuk pengaman sampai pesawat benar-benar berhenti dengan sempurna. Kabarkan waktu boarding kita saat masih berada di ruang tunggu. Bisa juga dilakukan sambil antri di pintu ke luar dan matikan telepon genggam sebelum masuk pesawat. Demikian juga nyalakan telepon genggam setidaknya setelah berada di luar pesawat (kalau tidak sabar menunggu hingga sampai di terminal kedatangan).

Sikap disiplin bukan sesuatu yang memalukan. Bukan keterbelakangan. Justru sikap disiplin adalah sikap orang modern, sikap orang yang cerdas. Cerdas untuk memahami akibat buruk dari tindakan tidak disiplin.

Kedisiplinan memang harus ditanamkan sejak dini dan penanaman yang paling tepat adalah dengan menjadi contoh bagi anak-anak kita. Kitalah yang harus disiplin terlebih dahulu baru kita tularkan kedisiplinan itu pada anak-anak. Kita tidak bisa mengubah dunia, tetapi kita bisa mengubah dan membentuk diri kita sendiri. Kita tak perlu memaksa orang lain untuk disiplin, namun mulailah disiplin dari diri sendiri dan jadilah teladan bagi orang-orang terdekat di sekitar kita.

Sarwe sukhinah bhawantu, semoga semua makhluk berbahagia.
(widyastana)
(Telah dimuat di harian Surabaya Post tanggal 16 Juli 2013)

Seimbang dalam Kegagalan dan Keberhasilan

Tak seorang pun ingin gagal dalam mencapai harapannya, namun kadang kegagalan bisa dengan tiba-tiba menghadang di depan kita, bahkan ketika kita merasa sudah di “ujung jalan”, tinggal “selangkah” lagi untuk meraih sukses. Sebagian orang menerima kegagalannya dengan rasa kecewa dan penyesalan yang mendalam, sebagian yang lain menghadapinya dengan sikap hati yang tegar dan damai. Sebagian menganggap kegagalan adalah akhir hidupnya, sebagian lagi menerima kegagalan sebagai sebuah kesempatan untuk menjadi lebih baik.
Bhagawad gita adhyaya 2, shloka 38 mengajarkan,” sukha-duḥkhe same kṛtvā lābhālābhau jayājayau, tato yuddhāya yujyasva naivaṁ pāpam avāpsyasi” (Terimalah dengan cara yang sama antara suka dan duka, untung dan rugi, menang ataupun kalah. Setelah itu, sibukkanlah dirimu di dalam peperangan. Dengan demikian engkau tidak akan pernah dipengaruhi oleh dosa). Secara umum, peperangan berarti perjuangan dalam mencapai cita-cita. Perjuangan untuk berhasil dalam setiap usaha.
Menerima kegagalan dan kemenangan, keuntungan dan kerugian, suka dan duka, dengan cara yang sama, cara tenang dan damai, akan melepaskan diri kita dari stress. Mungkinkah kita bisa menjaga perasaan kita sama antara kalah dan menang, untung dan rugi, suka dan duka? Memang pasti ada bedanya perasaan ini saat menerima kemenangan dan ketika mengalami kekalahan. Diperlukan sebuah usaha untuk menjadikan pikiran dan jiwa kita seimbang ketika menerima salah satu dari keduanya. Tidak bersorak kegirangan saat suka dan tidak tunduk terpuruk saat duka. Meditasi bisa membantu proses keseimbangan bathin ini.
Sebagai umat yang percaya pada Tuhan, kita percaya bahwa kuasa Tuhan sangat berperan dalam hidup kita. Kita akan menerima atau kehilangan sesuatu dalam hidup ini sesuai dengan hitung-hitungan yang sempurna oleh Tuhan terhadap karma phala (hasil perbuatan) kita. Baik “sañcita karma phala” (perbuatan dahulu yang kita nikmati hasilnya sekarang). “prārabdha karma phala” (perbuatan sekarang yang kita nikmati hasilnya sekarang), maupun “kriyamāṇa karma phala” (perbuatan sekarang yang hasilnya kita terima kelak).
Ketakutan menjadi gagal sering menjadi pintu penghalang di awal langkah kita. Apa yang bisa kita dapatkan kalau untuk melangkah pun kita takut. Orang sukses bukanlah orang yang tak pernah gagal, tetapi orang yang selalu bisa bangkit dari kegagalannya dengan semangat yang lebih tinggi dan tekad yang lebih kuat untuk tetap melangkah hingga berhasil meraih yang dicita-citakan.
Kepada Arjuna, Shri Krshna bersabda, “karmaṇy evādhikāras te mā phaleṣu kadācana, mā karma-phala-hetur bhūr mā te saṅgo'stv akarmaṇi” (hakmu hanyalah pada pelaksanaan tugas kewajiban, dan sama sekali tidak pada pahala dari tugas kewajiban yang engkau lakukan. Jangan beranggapan engkau menjadi penyebab dari hasil perbuatan, dan jangan menjadi terikat untuk tidak melakukan tugas kewajibanmu. Bhagawad gita, 2, 47). Kata “adhikāra” berarti menguasai atau mengendalikan. Kita mampu sepenuhnya mengendalikan pekerjaan kita, tetapi kita tak sepenuhnya mampu mengendalikan hasil dari yang kita kerjakan. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil usaha kita. Oleh karena itu, kita dianjurkan hanya fokus pada pekerjaan kita tanpa berkhayal pada hasilnya. Walaupun tidak sepenuhnya bisa mengendalikan hasil dari pekerjaan, kita tetap harus bekerja sesuai kewajiban dan tanggung jawab yang telah diberikan. Berdiam diri tak akan menghasilkan apapun. Ada sebuah kalimat bijak yang mengatakan: Bila kau takut gagal, jangan melakukan apa pun. Tetapi, dengan tidak melakukan apa pun maka itu adalah kegagalan terbesar dalam hidupmu.
Bila kita telah melaksanakan tugas kewajiban kita dengan sungguh-sungguh dan selalu ada di jalan Dharma maka apa pun hasilnya itulah yang terbaik. Tuhan tidak akan menimpakan dosa pada kita. Seorang prajurit yang membela tanah air akan dibebaskan dari dosa karena membunuh musuh. Sebagai orang tua yang telah memberikan pendidikan lahir batin pada anak akan dibebaskan dari dosa bila akhirnya si anak tak menurut nasihat orang tuanya dan kemudian gagal dalam hidupnya. Seorang guru yang telah menjalankan tugasnya dengan baik tidak akan disalahkan kalau ada siswanya yang gagal dalam pendidikan karena hal ini pasti bukan kesalahan guru.
duḥkheṣv anudvigna-manāḥ sukheṣu vigata-spṛhaḥ, vīta-rāga-bhaya-krodhaḥ sthita-dhīr munir ucyate (Orang yang pikirannya tidak tergoyahkan di dalam duka, tidak riang berlebihan di dalam keadaan suka, bebas dari ikatan, kecemasan dan kemarahan, dia disebut sebagai seorang “muni” yang memiliki kesadaran yang mantap). Kembali kita diingatkan untuk bersikap seimbang dalam suka dan duka. Jangan gundah dikala duka, jangan berlebihan ketika bahagia. Kata “muni” berarti orang yang sudah mantap dalam kehidupan rohani. Orang yang sudah seimbang dalam suka dan duka serta bebas dari keterikatan, kecemasan, dan kemarahan layak disebut sebagai seorang “muni”, seorang spiritualis.
Kepada para siswa yang baru saja menyelesaikan Ujian Nasional, terimalah apa pun hasilnya dengan damai. Percayalah, kepada umat-Nya yang selalu berbhakti, Tuhan selalu memberi yang terbaik. Hanya karena keterbatasan kitalah maka kita sering tidak bisa memahami kehendak-Nya hingga pada suatu saat nanti kita akan menyadari mengapa hari ini kita menerima situasi seperti ini.
Selamat berkarya. Semoga semua makhluk berbahagia. (widyastana)
(Telah dimuat di harian Surabaya Post tanggal 14 Mei 2013)


"Mengkritisi Penonjolan Paham Siwa Sidhanta" oleh Made Kembar Kerepun

 Sebuah tulisan yang dikirimkan oleh swargya Bpk. I Made Kembar Kerepun Untuk membaca, silakan klik di sini  Mengkritisi Penonjolan Paham Si...