Seimbang dalam Kegagalan dan Keberhasilan

Tak seorang pun ingin gagal dalam mencapai harapannya, namun kadang kegagalan bisa dengan tiba-tiba menghadang di depan kita, bahkan ketika kita merasa sudah di “ujung jalan”, tinggal “selangkah” lagi untuk meraih sukses. Sebagian orang menerima kegagalannya dengan rasa kecewa dan penyesalan yang mendalam, sebagian yang lain menghadapinya dengan sikap hati yang tegar dan damai. Sebagian menganggap kegagalan adalah akhir hidupnya, sebagian lagi menerima kegagalan sebagai sebuah kesempatan untuk menjadi lebih baik.
Bhagawad gita adhyaya 2, shloka 38 mengajarkan,” sukha-duḥkhe same kṛtvā lābhālābhau jayājayau, tato yuddhāya yujyasva naivaṁ pāpam avāpsyasi” (Terimalah dengan cara yang sama antara suka dan duka, untung dan rugi, menang ataupun kalah. Setelah itu, sibukkanlah dirimu di dalam peperangan. Dengan demikian engkau tidak akan pernah dipengaruhi oleh dosa). Secara umum, peperangan berarti perjuangan dalam mencapai cita-cita. Perjuangan untuk berhasil dalam setiap usaha.
Menerima kegagalan dan kemenangan, keuntungan dan kerugian, suka dan duka, dengan cara yang sama, cara tenang dan damai, akan melepaskan diri kita dari stress. Mungkinkah kita bisa menjaga perasaan kita sama antara kalah dan menang, untung dan rugi, suka dan duka? Memang pasti ada bedanya perasaan ini saat menerima kemenangan dan ketika mengalami kekalahan. Diperlukan sebuah usaha untuk menjadikan pikiran dan jiwa kita seimbang ketika menerima salah satu dari keduanya. Tidak bersorak kegirangan saat suka dan tidak tunduk terpuruk saat duka. Meditasi bisa membantu proses keseimbangan bathin ini.
Sebagai umat yang percaya pada Tuhan, kita percaya bahwa kuasa Tuhan sangat berperan dalam hidup kita. Kita akan menerima atau kehilangan sesuatu dalam hidup ini sesuai dengan hitung-hitungan yang sempurna oleh Tuhan terhadap karma phala (hasil perbuatan) kita. Baik “sañcita karma phala” (perbuatan dahulu yang kita nikmati hasilnya sekarang). “prārabdha karma phala” (perbuatan sekarang yang kita nikmati hasilnya sekarang), maupun “kriyamāṇa karma phala” (perbuatan sekarang yang hasilnya kita terima kelak).
Ketakutan menjadi gagal sering menjadi pintu penghalang di awal langkah kita. Apa yang bisa kita dapatkan kalau untuk melangkah pun kita takut. Orang sukses bukanlah orang yang tak pernah gagal, tetapi orang yang selalu bisa bangkit dari kegagalannya dengan semangat yang lebih tinggi dan tekad yang lebih kuat untuk tetap melangkah hingga berhasil meraih yang dicita-citakan.
Kepada Arjuna, Shri Krshna bersabda, “karmaṇy evādhikāras te mā phaleṣu kadācana, mā karma-phala-hetur bhūr mā te saṅgo'stv akarmaṇi” (hakmu hanyalah pada pelaksanaan tugas kewajiban, dan sama sekali tidak pada pahala dari tugas kewajiban yang engkau lakukan. Jangan beranggapan engkau menjadi penyebab dari hasil perbuatan, dan jangan menjadi terikat untuk tidak melakukan tugas kewajibanmu. Bhagawad gita, 2, 47). Kata “adhikāra” berarti menguasai atau mengendalikan. Kita mampu sepenuhnya mengendalikan pekerjaan kita, tetapi kita tak sepenuhnya mampu mengendalikan hasil dari yang kita kerjakan. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil usaha kita. Oleh karena itu, kita dianjurkan hanya fokus pada pekerjaan kita tanpa berkhayal pada hasilnya. Walaupun tidak sepenuhnya bisa mengendalikan hasil dari pekerjaan, kita tetap harus bekerja sesuai kewajiban dan tanggung jawab yang telah diberikan. Berdiam diri tak akan menghasilkan apapun. Ada sebuah kalimat bijak yang mengatakan: Bila kau takut gagal, jangan melakukan apa pun. Tetapi, dengan tidak melakukan apa pun maka itu adalah kegagalan terbesar dalam hidupmu.
Bila kita telah melaksanakan tugas kewajiban kita dengan sungguh-sungguh dan selalu ada di jalan Dharma maka apa pun hasilnya itulah yang terbaik. Tuhan tidak akan menimpakan dosa pada kita. Seorang prajurit yang membela tanah air akan dibebaskan dari dosa karena membunuh musuh. Sebagai orang tua yang telah memberikan pendidikan lahir batin pada anak akan dibebaskan dari dosa bila akhirnya si anak tak menurut nasihat orang tuanya dan kemudian gagal dalam hidupnya. Seorang guru yang telah menjalankan tugasnya dengan baik tidak akan disalahkan kalau ada siswanya yang gagal dalam pendidikan karena hal ini pasti bukan kesalahan guru.
duḥkheṣv anudvigna-manāḥ sukheṣu vigata-spṛhaḥ, vīta-rāga-bhaya-krodhaḥ sthita-dhīr munir ucyate (Orang yang pikirannya tidak tergoyahkan di dalam duka, tidak riang berlebihan di dalam keadaan suka, bebas dari ikatan, kecemasan dan kemarahan, dia disebut sebagai seorang “muni” yang memiliki kesadaran yang mantap). Kembali kita diingatkan untuk bersikap seimbang dalam suka dan duka. Jangan gundah dikala duka, jangan berlebihan ketika bahagia. Kata “muni” berarti orang yang sudah mantap dalam kehidupan rohani. Orang yang sudah seimbang dalam suka dan duka serta bebas dari keterikatan, kecemasan, dan kemarahan layak disebut sebagai seorang “muni”, seorang spiritualis.
Kepada para siswa yang baru saja menyelesaikan Ujian Nasional, terimalah apa pun hasilnya dengan damai. Percayalah, kepada umat-Nya yang selalu berbhakti, Tuhan selalu memberi yang terbaik. Hanya karena keterbatasan kitalah maka kita sering tidak bisa memahami kehendak-Nya hingga pada suatu saat nanti kita akan menyadari mengapa hari ini kita menerima situasi seperti ini.
Selamat berkarya. Semoga semua makhluk berbahagia. (widyastana)
(Telah dimuat di harian Surabaya Post tanggal 14 Mei 2013)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Mengkritisi Penonjolan Paham Siwa Sidhanta" oleh Made Kembar Kerepun

 Sebuah tulisan yang dikirimkan oleh swargya Bpk. I Made Kembar Kerepun Untuk membaca, silakan klik di sini  Mengkritisi Penonjolan Paham Si...