Ada kalimat motivasi yang menarik yang
disampaikan Bpk Gede Prama saat berbicara di hadapan pimpinan dan karyawan
perusahaan tempat saya bekerja yaitu, “Dalam hempasan badai hanya pohon-pohon
berkualitas baik yang tetap tegak berdiri”. Dengan kalimat inspiratif itu, Bpk
Gede Prama mengajak seluruh karyawan untuk menjadi orang-orang berkualitas agar
tidak mudah tumbang diterjang badai kehidupan.
Hidup memang tak selalu damai, tak
selalu lurus. Kadang kerasnya
hidup menerpa kita dengan berbagai
masalah. Untuk tetap bertahan hidup, kita kadang harus menempuh
jalan yang berliku dan
berbatu.
Kalau kita rajin membaca buku tentang
kisah sukses atau
biografi seseorang tentu sering kita
temui kisah-kisah saat orang tersebut mengalami masa-masa sulit dalam
kehidupannya. Terpuruk dari bisnis, terkena PHK, gagal dalam pendidikan,
masalah keluarga, dan sebagainya yang kemudian berhasil mereka lewati melalui
perjuangan hidup dan usaha yang tidak mudah.
Di sisi lain, sering pula kita membaca
kisah cengeng tentang patah hati, kisah pilu tentang stres dan sakit jiwa, atau
kisah tragis tentang bunuh diri dari orang-orang yang gagal dalam meraih
hal-hal yang mereka inginkan. Bagi orang-orang ini, seolah semua jalan buntu
dan dunia kiamat begitu mereka mengalami kegagalan. Mereka menyebutnya sebagai
harga diri, tetapi mengapa harga diri dinilai terlalu murah hanya dengan
segelas racun nyamuk?
Ada joke yang menggelitik, “Di balik
sukses seseorang, ada mantan yang kecewa.” Gigihlah meraih sukses (tentu di
jalan yang benar) dan buatlah mantan kita kecewa. Entah itu mantan pacar, mantan
atasan, mantan bawahan, dan mantan-mantan lainnya. Jangan kita yang kecewa
karena mereka lebih sukses. Jangan kita yang stres dan bunuh diri melihat orang lain sukses.
Sementara kita konyol, mereka tetap sukses.
Di sebuah majalah saya
pernah membaca sebuah “kata mutiara”: bagi seorang pesimis, masalah adalah
bencana; bagi seorang optimis, masalah adalah kesempatan; bagi orang peptimis
(sangat optimis) masalah adalah berkah.
Memang sangat sulit
menemukan berkah di balik musibah. Apanya yang berkah kalau harta hilang dalam
sekejap? Apanya yang berkah kalau orang yang dicinta pergi untuk selamanya? Di
mana ada kesempatannya kalau terkena PHK? Kita baru menyadari adanya berkah di
balik musibah setelah waktu berlalu dan ketika kita bisa berkata, “Kalau saja
dulu tidak begitu tentu saja sekarang saya tidak begini!” dan kalimat lain
semacam itu. Saat itulah tangis derita yang pernah muncul di masa lalu berubah
jadi senyum bahagia penuh rasa syukur di masa kini.
Rasa sedih, kebencian,
kecewa, dan amarah adalah rasa yang muncul karena adanya keterikatan kita pada
sesuatu, bisa berupa benda (barang, uang, harta lainnya), manusia, hewan,
pekerjaan, jabatan, status sosial, dan lain-lain. Saat kita diputus dari
hubungan tersebut secara paksa dan tiba-tiba maka saat itulah kita merasa
sakit.
Marilah kita
belajar menerima segala yang kita dapatkan dan kita miliki ini dengan damai.
Menyadari bahwa semua adalah titipan yang bisa diambil oleh pemiliknya kapan
saja. Tetaplah tenang di dalam rasa suka maupun duka. Tidak melonjak kegirangan
saat bahagia dan tidak terpuruk layu saat menderita. Shri Krshna mengajarkan, “duḥkheṣv
anudvigna-manāḥ sukheṣu vigata-spṛhaḥ,
vīta-rāga-bhaya-krodhaḥ
sthita-dhīr munir ucyate (orang
yang pikirannya tidak tergoyahkan di
dalam
duka, tidak riang berlebihan di dalam
keadaan suka, bebas dari ikatan, kecemasan, dan kemarahan, dia disebut sebagai
seorang muni yang memiliki kesadaran yang mantap.)” “Muni” adalah sebutan bagi orang-orang yang
memahami dan menjalankan ajaran rohani secara total.
Beliau juga menyampaikan,
“dhyāyato viṣayān puṁsaḥ
saṅgas teṣūpajāyate,
saṅgāt sañjāyate kāmaḥ
kāmāt krodho'bhijāyate
(Orang-orang
yang selalu memusatkan pikirannya pada obyek-obyek indria, maka keterikatan
pada obyek-oyek indria itu akan tumbuh. Dari keterikatan tersebut akan muncul hawa
nafsu, (dan) dari hawa nafsu muncullah kemarahan.” Kemarahan yang timbul akibat kehilangan sesuatu bisa muncul karena
kita sangat terikat pada sesuatu itu.
Mari kita belajar untuk seimbang dalam suka dan duka. Menerima semua
warna kehidupan dengan damai. “jitātmanaḥ
praśāntasya paraṁātmā samāhitaḥ,
śītoṣṇa-sukha-duḥkheṣu tathā
mānāpamānayoḥ (Mereka yang sudah menaklukkan dirinya sendiri
menjadi tidak tergoyahkan di dalam
panas atau dingin, suka atau duka,
pujian atau hinaan, dan orang
yang sudah mencapai kedamaian batin seperti itu akan
mencapai Tuhan Yang Maha Kuasa). Menaklukkan diri sendiri berarti mampu mengendalikan diri.
Dengan pengendalian diri yang baik, yang berserah diri pada Hyang Widhi maka
kita akan semakin dekat dengan-Nya dan Beliau pun akan semakin mengasihi kita.
Sesungguhnya Tuhan sangat mengasihi orang-orang yang
berbhakti kepada-Nya dan kepada kita yang berserah diri kepada Tuhan, Beliau
berjanji, “ananyāś cintayanto māṁ
ye
janāḥ paryupāsate, teṣāṁ nityābhiyuktānāṁ
yoga-kṣemaṁ vahāmy ahaṁ
(Orang-orang
yang memuja-Ku dengan selalu memusatkan pikirannya hanya satu kepada-Ku,
kesadarannya senantiasa lelap di dalam cinta
kasih bhakti kepada-Ku, kepada mereka Aku bawakan segala yang dibutuhkannya dan
melindungi segala yang mereka miliki).
Dengan demikian tak ada alasan untuk frustrasi, patah
semangat, dan menjadi “pohon yang tumbang” dihempas badai kehidupan. Mari kita
yakini bahwa Tuhan selalu memberi yang terbaik bagi kita. Tegar menghadapi
hidup, selalu ada hari esok yang lebih baik.
Sarve sukhinaḥ
bhavantu. Semoga semua makhluk berbahagia
04/02/2014